PWM Bengkulu - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Bengkulu
.: Home > Artikel

Homepage

BUNG KARNO DAN MUHAMMADIYAH DI BENGKULU

.: Home > Artikel > PWM
10 Februari 2016 22:14 WIB
Dibaca: 2652
Penulis : Hardiansyah, S.Pd

Gerakan Muhammadiyah semakin dinamis dengan hadirnya Bung Karno yang dibuang ke Bengkulu setelah sebelumnya menjalani masa pembuangan di Endeh. Ketertarikan Bung Karno dengan paham modernisme Islam ternyata telah lama sebelum ia dibuang ke Bengkulu. Di Endeh sendiri ia sering bertukar pikiran melalui surat – surat dengan ulama Persatuan Islam (PERSIS) yang terkemuka A. Hassan. A. Hassan pun tidak segan – segan untuk mengirimkan buku – bukunya ataupun buku – buku yang diminta oleh Bung Karno selama  pembuangan di Endeh. Bung Karno pun sempat “ curhat “ kepada A. Hassan tentang kondisinya, kondisi keluarganya dan kondisi masyarakat Endeh yang dinilainya masih “kolot”. Ketika ibu mertua Bung Karno meninggal karena malaria, Bung Karno tidak melakukan “ selamatan” dan “Tahlilan” hal inilah yang membuat ia menjadi bahan pembicaraan masyarakat Endeh. Buku – buku / brosur/ majalah yang diminta oleh Bung Karno / dikirim oleh A. Hassan antara lain :
  1. Pengajaran Sholat
  2. Debat Talqien
  3. Utusan Wahabi
  4. Al-Muchtar
  5. Al-Burhan
  6. Al – Jawahir
  7. Risalah tentang “Sayyid”
  8. Terjemah Buhari dan Muslim
  9. Soal-Djawab
  10. Spirit of Islam karya Syed Ameer Ali
  11. Brosur H. Fachrudin untuk berdiskusi dengan para pastur
  12. Al-lisaan
  13. Dll 131
Sebelum Bung Karno, Bengkulu telah menjadi tempat pembuangan tokoh – tokoh nasional sebelumnya. Alasannya sederhana. Karena bengkulu adalah sarang malaria. Beberapa tokoh yang pernah dibuang ke Bengkulu adalah : Sentot Alibasya, Panglima Diponegoro (Makamnya terletak di kelurahan Bajak, Kota Bengkulu), Pangeran Kusuma Negara, Tumenggung Sura Jenggala dan orang – orang yang terlibat dalam perang Diponegoro. Tahun 1883, dua belas orang bangsawan Yogyakarta dibawa ke Bengkulu, Ida Bagus Arka, dan A.J.Patty seorang Ambon yang menentang pemerintah Belanda pada masa itu.
 
Pergerakan kebangsaan pun sudah banyak yang masuk ke Bengkulu baik yang bergerak di bidang politik maupun pendidikan. Diantaranya adalah  Sarekat Islam yang telah sedikit kami bahas di atas. Sarekat Islam kian tahun kian memudar di akhir tahun 1930an. Permi (Persatuan Muslimin Indonesia) sebagai pelanjut Sumatera Thawalib banyak memiliki pengikut di Curup dan Bengkulu. Namun pada tahun 1937 Permi bubar karena mendapatkan tekanan dari pemerintah jajahan, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo tidak pernah mewujud dalam sebuah organisasi. Namun lekturnya ada. Hal ini menandakan dua partai tersebut memiliki pengikut dan pendukung di Bengkulu. Parindra dan Gerindo pun hadir di Bengkulu beberapa tahun sebelum Bung Karno datang. Namun mereka tidak banyak memiliki keterbatasan karena pemerinntah Belanda mengawasi secara ketat semua gerakan kebangsaan. Barulah pada tahun 1937 saat Gabungan Politik Indonesia (Gapi) terbentuk, partai-partai ini sedikit bisa bergerak bebas. Dalam bidang pendidikan banyak pula sekolah – sekolah yang tersebar diantaranya perguruan Taman siswa, Persatuan Tarbiyah islamiyah (Perti), Jami’atul Khair, Muwanatil Khair Arabische (MAS), Semarak Bengkulu dan rejang Setia132. Muhammadiyah bisa dikatakan menggantikan posisi Sarekat Islam yang dulu pernah berjaya pada tahun 1915 – 1920 an. Hal ini dapat dilihat dimana daerah yang pernah dimasuki SI, pasti diikuti dengan hadirnya Muhammadiyah133. Perguruan Taman Siswa memiliki cabang yang tidak terlalu banyak seperti Muhammadiyah. Cabang – cabang taman siswa di antaranya Bengkulu, Curup dan Muara Aman. Terdapat hubungan yang erat antara Muhammadiyah dan Taman Siswa dimana guru – guru Muhammadiyah mengajarkan pelajaran agama Islam pada murid dan Pamong Taman Siswa dan sebaliknya Pamong / guru Taman Siswa mengajarkan ilmu Tata Negara pada murid – murid Muhammadiyah134.
 
Pers pun tidak ketinggalan. Tercatat surat kabar “sasaran” dan biro nasional “Antara” dan “Penabur”135 di Bengkulu masa itu. Pemimpin surat kabar tersebut adalah A. Kahar dan Semaun Bakry yang merupakan aktivis dan salah satu pimpinan Muhammadiyah di Bengkulu (Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah)136. Semaun Bakry pernah menulis dalam surat kabar “sasaran” yang dinilai melanggar “Rust en orde” (ketenangan publik). Ia ditarik ke pengadilan dengan tuduhan melanggar pasal 153 “ Wetboek van strafrecht” dan terpaksa berurusan dengan pengadilan pada tahun 1939. Ia dihukum penjara satu setengah tahun dan dijebloskan ke penjara suka miskin Bandung 137. Dalam catatan Ali Chanafiah, peneliti Muhammadiyah Bengkulu pertama kalinya adalah G.F. Pijper yang kemudian memberikan “lampu hijau” bagi perpindahan pembuangan Bung Karno dari endeh Ke Bengkulu.
 
Di Bengkulu, Bung Karno segera mendapatkan banyak teman dari kalangan pergerakan terutama Muhammadiyah. Tawaran Hassan Din (tokoh Muhammadiyah yang nanti menjadi mertuanya) untuk menduduki posisi ketua Majelis Pendidikan dan Pengajaran diterimanya dengan senang hati. Ia pun dengan senang hati menaiki sepeda onthelnya memberikan pengajaran pada siswa/ siswi Madrasah Muhammadiyah di Kebun Roos. Ketika konsul Muhammadiyah Bengkulu Haji Yunus Jamaludin sakit parah, maka diadakanlah pertemuan di kompleks perguruan Muhammadiyah Kebun Roos untuk mencari pengganti siapa yang tepat untuk menggantikan Haji Yunus jamaludin. Mak ahadirlah beberapa tokoh disana, diantaranya : Bung Karno, Zainul, Hassan Din, Yahya pasar baru, Ahmad Kancil dan Navis 138. Hassan Din kemudian mengusulkan nama Oey Tjeng Hien yang disetujui oleh Bung Karno dan forum. Akhirnya dipanggillah Oey Tjeng Hien dari Bintuhan dan pindah ke Bengkulu menjadi konsul Muhammadiyah untuk daerah Bengkulu. Beberapa hari setelah Oey Tjeng Hien diangkat menjadi konsul Muhammadiyah menggantikan Haji Yunus jamaludin, dilaksanakanlah rapat di rumah konsul yang baru ini di daerah Tebek membahas rencana dakwah dan perjuangan Muhammadiyah ke depan. Saat itu Muhammadiyah telah menyebar dan merata hadir di semua wilayah Bengkulu. Pertemuan ini dihadiri oleh anggota – anggota inti konsul diantaranya :
 
Ketua Konsul              : Oey Tjeng Hien
Sekretaris Konsul        : Yahya Pasar Baru
Majelis tarjih               : H. Yunus Abdurrahman
Majelis Pengajaran      : Ir. Soekarno
Anggota                      :
  1. Hassan Din
  2. Zainul
  3. Ahmad kancil
  4. Semaun Bakry 139.
Bisa dikatakan inilah struktur organisasi Muhammadiyah pada masa itu secara sederhana. Pada masa ini Muhammadiyah Bengkulu demikian hidup bahkan daerah – daerah yang masuk dalam keresidenan Palembang seperti Lubuk Linggau, Lahat, Pagar Alam, Karang Dapo, Tanjung Enim, Tanjung Agung, Dusun Sawah dan Tebing Tinggi bergabung dengan daerah Bengkulu. Sebagai konsul Muhammadiyah, Oey Tjeng Hien sering turun ke bawah memantau cabang – cabang yang ada seperti di Rejang Lebong : Curup, Kepahyang, Muara Aman, Embong Panjang, Tes dan lain – lain. Ke utara : sampai ke Lais, Ketaun, Lebong Tandai, Napal Putih. Ke Selatan : sampai ke Tais, Tumbukan, Manna, Bintuhan, Padang Guci dan Kaur. Cabang yang paling sering ia kunjungi adalah cabang Curup dan Lubuk Linggau yang sering menimbulkan konflik kesukuan140. Selain itu Buya A.R. Soetan Mansur dari Sumatera Barat sering diundang ke Bengkulu untuk berceramah.
Tahun 1940 diadakanlah konferensi Muhammadiyah untuk seluruh Sumatera atas prakarsa Bung Karno. Acara ini dinamakan “konferensi daeratul Kubra” Ditunjuk selaku ketua panitia adalah Hamdan Mahyudin. Undangan pun disebarkan kepada Pengurus Besar Muhammadiyah Yogyakarta, konsul – konsul Muhammadiyah se Sumatera, Teuku Hassan dan staf Konsul aceh, Hamka dan kawan – kawan dari Medan, A.R. Sutan Mansur dan kawan – kawan dari Sumatera Barat, Abdul Mu’in dan staf dari Tapanuli, konsul Riau, Jambi. R.Z. fananie dari Palembang dan konsul Lampung. Karena acara ini Bung Karno sempat ditahan semalam oleh Belanda di Benteng Marlborough untuk pemeriksaan. Namun akhirnya dibebaskan.
Kota Bengkulu pun semarak dengan kegiatan konferensi ini. Apalagi ketika K.H. Mas Mansyur selaku ketua Pengurus Besar Muhammadiyah tiba di Bengkulu. Resepsi pembukaan konferensi dilaksanakan di Bioskop Royal. Sidang dilaksanakan dengan pimpinan sidang Udin Syamsudin dari Sumatera Barat dan Bung Karno sebagai sekretaris. Keputusan dari konferensi ini adalah rencana peningkatan tenaga pengajar, peningkatan mutu pendidikan, pelajaran agama dan umum berimbang meliputi kurikulum, metodologi penyempurnaan administrasi sekolah dan perserikatan. Juga dibahas para pengajar Muhammadiyah diminta agar menanamkan rasa cinta bangsa dan tanah air, di samping cinta agama 141.
 
Saat mendekati masa Jepang masuk ke Indonesia dan disaat perang duni II dan perang Asia Timur Raya sedang gencar – gencarnya, Residen Hooykas memanggil Bung Karno, Oey Tjenghien dan dr. Djamil  untuk mendirikan sebuah lembaga yang menolong korban perang. Akhirnya didirikanlah PEKOPE (penolong Korban Perang). Sebagai Ketua ditunjuklah konsul Muhammadiyah Oey Tjeng Hien dan Wakil Ketua Bung Karno, Sekretaris Supeno dan Bendahara adalah dr Djamil.
 
Referensi :
131. Lih. Surat – Surat dari Endeh dalam Ir. Soekarno, Islam Sontoloyo (Bandung : Sega Arsy,2009 hal 1-26)
132. lih. M. Ali Chanafiah, Bung Karno dalam Pengasingan di Bengkulu (Jakarta : Aksara Press,2004, hal 2-7)
133. ibid, hal 14
134. Ibid, hal 16
135 M.Z. Ranni, perlawanan terhadap penjajah dan perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia di Bumi Bengkulu (Jakarta : Balai pustaka, 1993 hal 37)
136 Semaun Bakry adalah salah satu tokoh pergerakan Bengkulu yang dekat dengan Bung Karno selama pembuangannya di Bengkulu.. Lih. M. Ali Chanafiah, Bung Karno dalam Pengasingan di Bengkulu (Jakarta : Aksara Press,2004, hal 73). Lihat pula H. Abdul Karim (Oey Tjeng Hien), Mengabdi Agama, Nusa dan Bangsa (Jakarta : Gunung Agung, 1982 hal 68)
137. lih. M. Ali Chanafiah, Bung Karno dalam Pengasingan di Bengkulu (Jakarta : Aksara Press,2004, hal 74). Semaun Bakry selepasnya menjalani hukuman dia tidak kembali ke Bengkulu, ia bergabung dengan Putera yang dikomandoi Bung Karno. Ia pula yang mendapat kepercayaan untuk mengurus pernikahan wakil Bung Karno dengan Fatma. Setelah Indonesia meredeka Semaun diangkat menjadi asisten residen Banten dan dipercayakan membawa sejumlah emas dengan pesawat terbang ke India untuk dibelikan senjata. Mata – mata Belanda mengetahui keberangkatannya dari Kemayoran Ia dipaksa turun di Tanjung Karang, lampung. Emas dirampas dan nasib Semaun Bakri tidaklah lagi diketahui. Semaun Bakri mengaku sebagai adik Sanusi Pane lih, ibid hal 25
138. H. Abdul Karim (Oey Tjeng Hien), Mengabdi Agama, Nusa dan Bangsa (Jakarta : Gunung Agung, 1982 hal 57)
139. ibid, hal 60
140. ibid, hal 61
141. ibid, hal 70 – 71

Tags: pp , muhammadiyah
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website