BUNG KARNO DAN SI “CINA ITU” (Bagian 1)
Dibaca: 1707
Penulis : Hardiansyah, S.Pd
Salah satu sahabat dekat Bung Karno selama pembuangannya di Bengkulu adalah seorang Tionghoa. Dialah Oey Tjeng Hien. Namun sayangnya beberapa literaur yang penulis baca dan tela’ah sedikit sekali dalam menyinggung nama ini. Pertama yaitu M. Ali Hanafiah dengan bukunya berjudul Bung Karno dalam pengasingannya di Bengkulu. Nama Oey Tjeng Hien muncul ketika membahas Bung Karno yang dijemput oleh Jepang ke Padang yang sempat mampir di Bengkulu dan menginap di rumah Oey Tjeng Hien. Buku Sejarah Pendidikan Bengkulu yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1980 an lebih jelas lagi menguak sosok Oey Tjeng Hien walaupun tidak selengkap yang kita inginkan. Namanya muncul pada saat membahas pendiri Sekolah Muhammadiyah di tahun 1928 dan menjelaskan tentang Konsul kedua Muhammadiyah setelah bapak Yunus Djamaludin. Begitu pula dengan Buku Prof. H. Abdullah Siddik yang berjudul “Sejarah Bengkulu 1500-1990”, nama Oey Tjeng Hien seolah tak disinggung saat hijrahnya para pejabat Bengkulu dan sumatera selatan ke Muara Aman untuk bergerilya. Sebelumnya pun M.Z Rani dalam buku Perlawanan Terhadap Penjajahan dan Perjuangan Menegakkan Kemerdekaan Indonesia di Bengkulu, absen dengan nama ini.
Siapa Oey Tjeng Hien atau yang lebih dikenal dengan nama Babadek oleh masyarakat Kaur ini atau Haji Abdul Karim Oey ini ? Oey Tjeng Hien dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1905, di Padang Sumatera Barat. Sejak kecil ia diasuh oleh abang dan kakak iparnya. Menginjak dewasa, ia mencoba peruntungannya di Bintuhan –sekarang Kabupaten Kaur--. Di Bintuhan inilah ia mendapatkan hidayah dan memeluk agama Islam. Sebagai seorang pedagang, ia sering pula bertandang ke tanah Jawa dan bertemu dengan A.Hassan, A.M Sangadji, Syekh Ahmad Syurkati, M. Sabirin dan H Zamzam (PERSIS). Diakuinya dalam autobiografinya bahwa Syekh Ahmad Syurkati dan A.M Sangadji menempati posisi khusus di hatinya. Dari sinilah pemikiran kebangsaan dan rasa nasionalisme Oey mulai terbentuk. Setelah masuk Islam, ia privat agama dengan Fikir Daud, seorang tokoh pembaharuan Islam yang berasal dari Minangkabau. Fikir Daud ini dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah yang terkenal di kabupaten Kaur.
Darah dan nafas pergerakan terus bergelora dalam diri Oey, tak lama kemudian bersama-sama dengan guru privatnya dan beberapa tokoh pembaharuan Islam di Bintuhan, ia mendirikan Muhammadiyah. Mulailah ia berdakwah keliling Bintuhan dan Kaur. Muhammadiyah pun semakin berkembang sampai ke daerah-daerah terpencil di Kaur itu. Namun hal ini bukanlah tanpa hambatan. Beberapa kali nyawanya harus terancam dengan orang-orang yang tidak senang dengan gaya dakwahnya, Muhammadiyah ataupun sikapnya yang anti kolonial Belanda itu. Sikapnya yang akhirnya menjurus pada sikap non-kooperatif dengan Belanda membuat Muhammadiyah Bintuhan mendapatkan perhatian dari pemerintrah Hindia- Belanda pada masa itu. Sampai-sampai Haji Muchtar utusan hoofd Beestur Muhammadiyah harus turun tangan tiga kali bolak-balik ke Bintuhan untuk menenangkan gejolak politik yang mulai panas di sana. Dan akhirnya kehadiran Haji Muchtar memang dapat menenangkan situasi dan kondisi yang ada.
Walaupun Oey Tjeng Hien adalah orang Cina dari Padang pula, namun dengan kearifan, kebijaksanaan, kedermawanan dan kedekatannya dengan masyarakat membuatnya dicintai oleh masyarakat Bintuhan. Hal ini terbukti ketika Haji Muchtar datang membawa pesan Residen untuk mengganti dan memberhentikannya dari ketua Muhammadiyah cabang Bingtuhan. Tapi apa yang terjadi ? semua anggota Muhammadiyah yang ada di sana menolak dan berjanji untuk keluar dari Muhammadiyah jika Oey Tjeng Hien dipecat.
Tags: sejarah , muhammadiyah , bengkulu